Ilmu Dakwah, Tazkiyatun Nafs

Prioritas Amal Kontinyu Atas Amal Yang Terputus-Putus

Al Qur’an menjelaskan, sebagaimana yang dijelaskan oleh sunnah Nabi SAW, bahwa sesungguhnya perbuatan manusia di sisi Allah itu memiliki...

Written by umws · 2 min read >

Al Qur’an menjelaskan, sebagaimana yang dijelaskan oleh sunnah Nabi SAW, bahwa sesungguhnya perbuatan manusia di sisi Allah itu memiliki berbagai tingkatan. Ada perbuatan yang paling mulia dan paling dicintai oleh Allah SWT daripada perbuatan yang lainnya. Allah SWT berfirman: “Apakah (orang-orang) yang memberi minuman kepada orang-orang yang mengerjakan haji dan mengurus masjid al-Haram, kamu samakan dengan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian serta berjihad di jalan Allah? Mereka tidak sama di sisi Allah, dan Allah tidak memberikan petunjuk kepada kaum yang zalim. Orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah dengan harta benda dan diri mereka, adalah lebih tinggi derajadnya di sisi Allah; dan itulah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (at-Taubah: 19-20)

Dalam sebuah hadits shahih disebutkan, “Sesungguhnya iman itu ada enam puluh lebih cabang –atau tujuh puluh lebih– yang paling tinggi di antaranya ialah la ilaha illa Allah, dan yang paling rendah ialah menyingkirkan penghalang yang ada di jalan.” (1)

Hal ini menunjukkan bahwa jenjang iman itu bermacam-macam nilai dan tingkatannya. Penjenjangan ini tidak dilakukan secara ngawur, tetapi didasarkan atas nilai-nilai dan dasar-dasar yang dipatuhi. Inilah yang hendak kita bahas. Di antara ukurannya ialah bahwa jenis pekerjaan ini harus pekerjaan yang paling langgeng (kontinyu); di mana pelakunya terus-menerus melakukannya dengan penuh disiplin. Sehingga perbuatan seperti ini sama sekali berbeda tingkat dengan perbuatan yang dilakukan sekali-sekali dalam suatu waktu tertentu.

Sehubungan dengan hal ini dikatakan dalam sebuah hadits shahih: “Amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang paling langgeng walaupun sedikit.” (2)

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dan Masruq berkata, “Aku bertanya kepada Aisyah r.a., Amalan apakah yang paling dicintai oleh Nabi saw?, Aisyah menjawab: “Amalan yang langgeng.” (3)

Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a. bahwa sesungguhnya Nabi SAW masuk ke rumahnya, pada saat itu ‘Aisyah sedang bersama dengan seorang perempuan. Nabi saw bertanya, “Siapakah wanita ini?” Aisyah menjawab, “Fulanah yang sangat terkenal dengan shalatnya (yakni sesungguhnya dia banyak sekali melakukan shalat).” Nabi saw bersabda, “Aduh, lakukanlah apa yang kamu mampu melakukannya. Demi Allah, Allah SWT tidak bosan sehingga kamu sendiri yang bosan.” ‘Aisyah berkata, “Amalan agama yang paling dicintai olehnya ialah yang senantiasa dilakukan oleh pelakunya.” (4)

Perkataan “aduh” dalam hadits tersebut menunjukkan keberatan beliau atas beban berat dalam beribadah, dan membebani diri di luar batas kemampuannya. Yang beliau inginkan ialah amalan yang sedikit tapi terus-menerus dilakukan. Melakukan ketaatan secara terus-menerus sehingga banyak berkah yang diperoleh akan berbeda dengan amalan yang banyak tetapi memberatkan. Dan boleh jadi, amalan yang sedikit tapi langgeng akan tumbuh sehingga mengalahkan amalan yang banyak yang dilakukan dalam satu waktu. Sehingga terdapat satu peribahasa yang sangat terkenal di kalangan masyarakat, “Sesungguhnya sesuatu yang sedikit tapi terus berlangsung adalah lebih baik daripada amalan yang banyak tetapi terputus.”

Itulah yang membuat Nabi saw memperingatkan orang-orang yang terlalu berlebihan dalam menjalankan agamanya dan sangat kaku; karena sesungguhnya Nabi saw khawatir bahwa orang itu akan bosan dan kekuatannya menjadi lemah, sebab pada umumnya begitulah kelemahan yang terdapat pada diri manusia. Dia akan putus di tengah jalan. Ia menjadi orang yang tidak jalan dan juga tidak berhenti.

(1) Hadits ini diriwayatkan oleh al-Jama’ah dari Abu Hurairah; al-Bukhari meriwayatkannya dengan lafal “enam puluh macam lebih”; Muslim meriwayatkannya dengan lafal “tujuh puluh macam lebih” dan juga dengan lafal “enam puluh macam lebih”; Tirmidzi meriwayatkannya dengan “tujuh puluh macam lebih” dan begitu pula dengan an-Nasa’i. semuanya terdapat dalam kitab al-Iman; sedangkan Abu Dawud meriwayatkannya dalam as-Sunnah; dan Ibn Majah dalam al-Muqaddimah.
(2) Muttafaq ‘Alaih, dari ‘Aisyah (Shahih al-Jami’ as-Shaghir, 163)
(3) Muttafaq ‘Alaih, ibid., dalam al-Lu’lu’ wa al-Marjan (429)
(4) Muttafaq ‘Alaih, ibid., (449)

#yusufqaradhawi #fiqhprioritas #themarbots #marbotmuda #marbotnusantara

Bangunan Islam

umws in Ilmu Dakwah, Tazkiyatun Nafs
  ·   1 min read

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *